LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR-DASAR
AGRONOMI
TUMPANG
SARI DAN MONOKULTUR
Oleh
KELOMPOK
II
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2012
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
DASAR-DASAR
AGRONOMI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Mata Kuliah
Dasar-Dasar Agronomi
Oleh
KELOMPOK
II
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2012
HALAMAN
PENGESAHAN
Judul : Laporan Lengkap Praktikum Dasar-Dasar
Agronomi
Tujuan : Untuk Mengamati Perbedaan Tumbuh dari Hasil
Tanaman Monokultur dan Tumpang Sari.
Kelompok : II (Dua)
Nama : Moh. Fajri. S. A E 281 10 144 Selvi
Banne T E 281 10 154
Vidi
Eka Andrean E 281 10 160 Mohammad E
281 10 155
Midun E 281 10 158 Ririn Pratiwi E 281 10 139
Ela
Kartika E 281 10 190 Nur Fatima E
281 10 191
Andri E 281 10 145 Clausius Norri E 281 10 164
Program
Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
Universitas : Tadulako
Palu, Januari 2012
Mengetahui,
Koordinator Asisten Asisten Penanggung Jawab
EKO PRIYANTO
ARIANTO
E 281 08 094 E
281 08 060
Mengetahui,
Dosen Penanggung
Jawab
Dasar-Dasar
Agronomi
Ir. YOHANIS TAMBING, M.Si.
Nip. 19600101
198701 1 002
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya serta kekuatan sehingga penyusun dapat melaksanakan
kegiatan prakikum dan menyelesaikan penyusunan laporan.
Loporan
ini tersusun atas kerja sama antar kelompok dan asisten dosen. Pelaksanaan
praktikum ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan mata
kuliah Dasar-Dasar Agronomi. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya
penulis mengucapkan terimah kasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian, khususnya bagi kelompok kami.
Palu, Januari 2012
Penyusun
UCAPAN
TERIMAH KASIH
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya serta kekuatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan lengkap dengan tepat waktu.
Penyusun
mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Orang tua yang telah mendoakan
penyusun agar mendapat kesehatan sehingga dapat menyelesaikan laporan ini,
serta penyusun mengucapkan terima kasih pula kepada keluarga-keluarga walaupun
tidak secara langsung mempunyai andil dalam penyusunan laporan ini namum mereka
merupakan motifasi bagi penyusun.
Tidak
lupa juga penyusun mengucapkan rasa
terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen penanggung jawab mata kuliah Dasar-Dasar
Agronomi dalam hal ini Ir. YOHANIS
TAMBING, M.Si. yang telah memberikan pemahaman tentang mata kuliah Dasar-Dasar
Agronomi sehingga penulis dapat merealisasikannya pada saat praktek di Lapangan.
Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada para Asisten-asisten yang senantiasa
mencurahkan waktu dan tenaganya untuk membimbing serta menuntun kami selaku
praktikan dalam hal pembelajaran mengenai hal-hal yang terkait dalam praktikum
ini, sehingga saat ini kami dapat memahaminya walaupun masih terdapat sedikit
kesalahan-kesalahan.
Penyusun
juga menghaturkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman seperjuangan,
yang telah memberikan bantuan berupa waktu, tenaga dan pikiran dengan bantuan
mereka penyusun dapat menyelesaikan laporan lengkap ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan
laporan lengkap ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangatlah penyusun harapkan untuk mmengoreksi
kesalahan penyusun, akan tetapi penyusun berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi yang membacanya.
Palu, Januari 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA
PENGANTAR iii
UCAPAN
TERIMAH KASIH iv
DAFTAR
ISI vi
DAFTAR
TABEL viii
DAFTAR
GRAFIK ix
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2 Tujuan
dan Kegunaan........................................................................... 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi............................................................................................. 4
2.2 Teknik Budidaya................................................................................... 4
2.2.1 Penyiapan lahan........................................................................... 4
2.2.2 Penyiapan benih.......................................................................... 5
2.2.3 Tehnik penanaman....................................................................... 6
2.2.4 Pemeliharaan............................................................................... 7
2.2.5 Pengendalian hama dan penyakit................................................ 8
2.2.6 Panen dan pasca panen................................................................ 8
2.3 Monokultur dan
Tumpang Sari............................................................. 10
III METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu................................................................................ 13
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 13
3.3 Cara Kerja............................................................................................. 13
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................................... 15
4.1.1 Tumpang sari............................................................................... 15
4.1.2 Monokultur.................................................................................. 20
4.2 Pembahasan........................................................................................... 23
4.2.1 Tumpang sari............................................................................... 23
4.2.2 Monokultur.................................................................................. 29
V KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan........................................................................................... 33
5.2 Saran..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
No. Halaman
1.
Tinggi Tanaman Jagung pada Tumpang Sari............................................. 15
2.
Jumlah
Daun Jagung pada Tumpang Sari................................................. 16
3.
Lilit
Batang Jagung pada Tumpang Sari.................................................. 17
4.
Tinggi Tanaman Kacang Hijau pada Tumpang Sari................................. 18
5.
Daun
Jagung Kacang Hijau pada Tumpang Sari...................................... 19
6.
Tinggi Tanaman Jagung pada Monokultur............................................... 20
7.
Jumlah Daun Jagung pada Monokultur.................................................... 21
8.
Lilit
Batang Jagung pada Monokultur...................................................... 22
DAFTAR
GRAFIK
No. Halaman
1.
Tinggi Tanaman Jagung pada Tumpang Sari............................................ 15
2.
Jumlah
Daun Jagung pada Tumpang Sari................................................. 16
3.
Lilit
Batang Jagung pada Tumpang Sari.................................................. 17
4.
Tinggi Tanaman Kacang Hijau pada Tumpang Sari................................. 18
5.
Daun
Jagung Kacang Hijau pada Tumpang Sari...................................... 19
6.
Tinggi Tanaman Jagung pada Monokultur............................................... 20
7.
Jumlah Daun Jagung pada Monokultur.................................................... 21
8.
Lilit
Batang Jagung pada Monokultur...................................................... 22
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Segala bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia dalam pemanfaatanya untuk budidaya
tanaman guna memdapat hasil yanng sebanyak-banyaknya secara berkelajutan. Pola
tanam atau (cropping patten) iyalah suatu urutan pertanaman pada sebidang
tanah selama satu periode. Lahan yang dimaksut bisa berupa lahan kosong atau
lahan yang sudah terdapat tanaman yang mampu dilakukan tumpang sirih.
Usaha yang dilakukan dengan melaksanakan
penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman
dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa pengolahan
tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu.
Produktivitas merupakan suatu hal yang
sangat vital dalam usaha pertanian, dimana akhir-akhir ini semakin ditantang
untuk mengimbangi tuntutan sosial ekonomi masyarakat suatu bangsa. Peningkatan
jumlah penduduk menyebabkan permintaan akan kebutuhan hasil-hasil pertanian
baik jenis, jumlah maupun kualitasnya.
Disisi lain lahan untuk pertanian semakin terbatas
karena alih fungsi lahan menjadi tempat pemukiman, industri, sarana
jalan serta sarana fisik lainnya, Untuk itu, bagaimana merancang suatu model
penanaman, agar lahan yang semakin terbatas itu dapat menghasilkan produksi yang
tinggi secara berkelanjutan.
Jagung sebagai tanaman pangan, menduduki
urutan kedua setelah padi. Disamping itu juga mempunyai peranan yang tidak
kalah pentingnya dengan padi, karena jagung merupakan salah satu jenis bahan
makanan yang banyak mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan sebagai
pengganti beras. Di Indonesia sangat mendukung dikembangkannya komoditi jagung,
Sebab jagung memiliki potensi yang cukup baik untuk dibudidayakan dan mudah
diusahakan. Konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat, karena itu peluang pemasaran
jagung masih terbuka lebar (Arif Ardiawan, 2008).Selain komoditi jagung sebagai
bahan makanan, masih dibutuhkan komoditi lain seperti kacang hijau. Kacang
hijau merupakan salah satu jenis komoditi dari jenis tanaman leguminosa yang
mempunyai arti penting. Posisinya menduduki urutan ketiga setelah kedelai dan
kacang tanah. Manfaat kacang hijau sebagai penghasil bahan makanan merupakan
hal yang sangat penting, karena jenis kacang ini banyak mengandung vitamin
terutama vitamin B1 yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan gizi masyarakat
yang relatif kurang vitamin.
Beberapa
pola tanam yang biasa diterapkan antara lain tumpang sari, tumpang gilir,
tanaman bersisispan, dan tanamana campuran.
Tumpang sari (intercropping), adalah melakukan
penanaman lebih dari satu tanaman yang
memiliki umur sama atau berbeda contoh tumpang sari sama umur seperti jagung
dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
Tumpang gilir (Multiple Cropping) yaitu penanaman yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum (Syaifuddin, 2008).
Tumpang gilir (Multiple Cropping) yaitu penanaman yang dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum (Syaifuddin, 2008).
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Adapun tujuan dari
pelaksanaan Praktek Lapang Dasar-Dasar Agronomi adalah untuk mengamati
perbedaan tumbuh dan hasil dari tanaman monokultur dan tumpang sari.
Adapun kegunaan dari pelaksanaan
Praktek Lapang Dasar-Dasar Agronomi adalah untuk mengetahui teknik budidaya
tanaman secara monokultur dan secara tumpang sari.
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
Tanaman
jagung (Zea mays L) dapat diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae
(Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta
(Menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta
(Tumbuhan berbunga) Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas: Commelinidae Ordo: Poales
Famili: Poaceae (suku
rumput-rumputan) Genus ZeaSpesies: Zea mays L.
Klasifikasi dari kacang hijau (Phaseolus radiatus
L) yakni
Kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta (tumbuhan yang menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas: Rosidae, Ordo: Fabales, Famili: Fabaceae (suku polong-polongan), Genus: Phaseolus, Spesies: Phaseolus radiatus L. (Arif Ardiawan, 2008 ).
Kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta (tumbuhan yang menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas: Rosidae, Ordo: Fabales, Famili: Fabaceae (suku polong-polongan), Genus: Phaseolus, Spesies: Phaseolus radiatus L. (Arif Ardiawan, 2008 ).
2.2
Teknik
Budidaya
2.2.1 Penyipan lahan
Pengolahan
tanah dikerjakan saat hujan pertama mulai turun. Saat ini musim hujan kadang
kurang jelas jatuhnya, namun sebagai ancer-ancer bisa pada bulan Oktober sampai
awal Nopember. Pengolahan tanah ini dilakukan agar tanah menjadi gembur. Selain
membuat tanah menjadi gembur, pengolahan tanah akan dapat menghilangkan gulma.
Pengolahan tanah dilakukan dengan dicangkul sedalam 10-15 cm, kemudian dicacah
sambil membuang gulma yang ada dan yang terakhir dibuat guludan. Arah guludan
sebaiknya menghadap ke barat-timur dengan lebar guludan antara 170-180 cm.
Antara dua guludan dibuat saluran selebar 20-30 cm untuk mengalirkan air, agar
saat hujan tanah tetap dalam keadaan atus sehingga akar tanaman jagung maupun
kacang tanah tidak tergenang (Warsana, 2009).
2.2.2
Penyiapan benih
Dengan
pemilihan tanaman yang tepat, sistem ini dapat memberikan beberapa keuntungan,
antara lain mengurangi serangan OPT (pemantauan populasi hama), karena tanaman
yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang daun dapat
mengusir hama aphids dan ulat pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau
allicin, menambah kesuburan tanah. Dengan menanam kacang-kacangan- kandungan
unsur N dalam tanah bertambah karena adanya bakteri Rhizobium yang terdapat
dalam bintil akar. Dengan menanam yang mempunyai perakaran berbeda, misalnya
tanaman berakar dangkal ditanam berdampingan dengan tanaman berakardalam, tanah
disekitarnya akan lebih gembur. Keuntungan yang lain yaitu siklus hidup hama
atau penyakit dapat terputus, karena sistem ini dibarengi dengan rotasi tanaman
dapat memutus siklus OPT serta memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman
lebih dari satu jenis tanaman akan menghasilkan panen yang beragam. Ini
menguntungkan karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat ditutup oleh
harga komoditas lainnya (Warsana, 2009).
2.2.3 Tehnik penanaman
Pada pola
tumpangsari jagung dan kacang hijau, diatur dimana jagung sebagai tanaman pokok
dan kacang hijau sebagai tanaman sela. Benih jagung yang akan ditanam adalah
jagung komposit (bersari bebas) varietas Bisma berlabel yang sudah diberi seed
treatment. Lubang tanam dibuat dengan tugal sedalam 2-3 cm, dengan jarak antar
barisan tanaman 200 cm, sedangkan jarak dalam barisan adalah 40 cm. Kebutuhan
benih jagung setiap hektar lahan dengan pola tumpangsari adalah 15 kg (2 benih
tiap lubang tanam), sehingga populasi tanaman jagung dalam 1 ha lahan adalah
25.000 batang. Sedangkan untuk kacang hijau yang akan ditanam adalah kacang
tanah varietas Jerapah, varietas ini mempunyai biji 2 dalam setiap polong. Jarak tanaman kacang tanah adalah 25 x 25 cm, sehingga dalam setiap
guludan terdapat 1 baris tanaman jagung dan 5 baris tanaman kacang hijau. Populasi tanaman kacang hijau dalam 1 ha
kurang lebih 100.000 tanaman atau sekitar 70% dibanding pola monokultur. Kebutuhan benih kacang tanah untuk setiap 1
ha lahan dengan pola tumpangsari dengan jagung adalah 50 kg biji kering (1
benih tiap lubang tanam) (Warsana, 2009).
Jagung manis tumbuh baik pada berbagai jenis tanah.
Tanah liat lebih di ssukai karena mampu menaha lengas yang tinggi. Tanaman ini
peka terhadap tah masam dan tumbuhb baik pada kisaran pH antara 6,0 – 6,8 dan
agak toleran terhadap- kondisi basa. Hampir selalu di tanamn dengan kedalaman
3-5 cm. Jarak tanam rata-rata jagung manis umumnya 20-25 cm dalam barisan dan
70- 90 cm antar barisan (Sumoprastowo, 2000)
2.2.4 Pemeliharaan
Perawatan atau pemeliharaan tanaman meliputi
beberapa kegiatan antara lain penyulaman, penyiangan dan pembumbunan.
Penyulaman sebaiknya dilakukan agar tidak ada spot-spot kosong yang akan diisi
oleh gulma bila tidak dilakukan penyulaman. Penyulaman untuk tanaman jagung
dilakukan antara 4-7 hari setelah
tanam, sedangkan untuk kacang tanah antara 5-10 hari setelah tanam. Sebaiknya penyulaman tidak terlalu lama
melakukannya. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan paling tidak sebanyak dua
kali atau menyesuaikan dengan kondisi gulma, bila memang gulma tumbuh dominan
dapat dilakukan penyiangan lagi. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman
berumur 15 hari, sedangkan
penyiangan yang kedua dilakukan setelah tanaman berumur 30 hari sebelum dilakukan pemupukan susulan. Pada penyiangan kedua ini sekaligus dilakukan
pembumbunan yaitu dengan menggemburkan tanah dan menikkan tanah ke sekitar
batang. Untuk kacang tanah sebaiknya
dilakukan pembumbunan sekali lagi yaitu pada saat tanaman selesai berbunga
sekitar 40 hari setelah tanam (Warsana, 2009).
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada
saat tanam dan pada saat tanaman telah berumur 1 bulan. Dosis pupuk untuk
jagung adalah 120 kg Urea, 65 kg
SP-36 dan 50 kg KCL. Dosis pupuk untuk kacang tanah adalah 40 kg Urea,
80 kg SP-36 yang masing-masing diberikan dalam dua kali pemupukan. Pemupukan
pertama pada jagung adalah 80 kg Urea, 65 kg SP-36 dan 50 kg KCl, satu bulan
kemudian ditambahkan pupuk susulan yaitu Urea sebanyak 40 kg. Pemupukan pertama
pada kacang tanah adalah: 20 kg Urea, 80 kg SP-36 dan 40 kg KCL, selang satu
bulan ditambahkan pupuk susulan yaitu 20 kg Urea. Cara pemupukan yaitu semua
pupuk yang akan diberikan dicampur jadi satu, kemudian dibuat larikan dekat
barisan tanaman (sekitar 5 cm dari barisan tanaman dengan kedalaman antara 5-7
cm), pupuk ditabur
sepanjang larikan kemudian ditutup
kembali dengan tanah. Pemupukan kedua
untuk tanaman jagung larikan disesuaikan dengan tajuk tanaman, sedangkan untuk
kacang tanah larikan dibuat di tengah jarak antara dua barisan tanaman kacang
tanah (Warsana, 2009).
2.2.5 Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama penyakit dimaksukkan agar kesehatan
tanaman dapat terjaga sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pengendalian hama maupun penyakit dengan menggunakan pestisida sebaiknya
dilakukan dengan bijaksana, karena bahan kimia ini selain membunuhhama tetapi
juga sekaligus membunuh predatornya juga. Jadikanlah pestisida sebagai pilihan
yang
mempunyai spektrum sempit. Pada jagung
yang sering dijumpai adalah penyakit bulai untuk hamanya adalah
penggerek daun penghisap daun (Warsana,2009) .
2.2.6 Panen dan pasca panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah Umur panen adalah 86-96 hari setelah
tanam. Jagung siap dipanen dengan
tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam
pada biji bagian lembaga. Biji kering,
keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas. Jagung untuk sayur (jagung
muda), dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru
mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu.
Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak
terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok
(beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya
dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan
kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat
kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji
dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
Jagung dikupas pada saat masih
menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan
untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban
di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya
cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan pengangkutan selama
proses pengeringan. Pengeringan jagung
dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di
bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran
memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan
alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat
dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada
musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama
yaitu untuk mengurangi kadar air di
dalam
biji dengan panas pengeringan sekitar 38-430 C, sehingga kadar air turun
menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat
dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang
diinginkan ( Kasryno 2009 ).
2.3
Monokultur
dan Tumpang Sari
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya
di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya
sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial.
Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan
dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin
pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi
seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar
mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti
hama dan penyakit
tanaman).
Pertanaman padi, jagung, atau gandum sejak dulu bersifat monokultur karena memudahkan
perawatan. Dalam setahun, misalnya, satu
lahan sawah
ditanami hanya padi, tanpa variasi apa pun. Akibatnya hama atau penyakit dapat
bersintas
dan menyerang tanaman pada periode penanaman berikutnya. Pertanian pada masa
kini biasanya menerapkan monokultur spasial tetapi lahan ditanami oleh tanaman
lain untuk musim tanam berikutnya untuk memutus siklus hidup OPT sekaligus
menjaga kesehatan tanah.
Istilah monokultur sekarang juga dipinjam
oleh bidang-bidang lainnya, seperti peternakan,
kebudayaan
(mengenai dominasi jenis aliran musik tertentu), atau ilmu komputer
(mengenai sekelompok komputer yang menjalankan perangkat
lunak yang sama).
Tumpang sari (intercropping), adalah melakukan
penanaman lebih dari satu tanaman yang
memiliki umur sama atau berbeda. Sistem
tanam tumpangsari adalah menanam beberapa jenis tanaman dalam satu lahan. Ada
tiga jenis bertanam tumpangsari yakni tumpngsari campuran, tumpangsari baris
dan tumpang sari pita/jalur. Pada system tanam tumpangsari campuran di atas
lahan yang sama ditanam dua atu lebih tanaman secara bersama-sama dengan tidak
memperhatikan jarak tanam. Pada system tanam tumpngsari baris di atas lahan
yang sama ditanam dua atau lebih tanaman dengan mempertimbangkan baris-baris
dan jarak tanam tertentu. Sedangkan dalam system tanam tumpangsari pita/jalur
di atas lahan yang sama ditanam dua atau lebih tanaman dalam jalur-jalur
yang ditentukan. Sistem tumpangsari jenis terakhir ini sering disebut sebagai
system surjan.
Sistem tumpangsari memberikan beberapa manfaat bagi petani
yakni antara lain mengurangi biaya pengolahan lahan, mudah dalam menanggulangi
hama, memudahkan proses pembersihan atau penyiangan dan yang terakhir adalah
meningkatkan hasil produksi atau panen.
Fahrudin dan beberapa kader petani di Gunung Panah
Kecamatan Bubon Aceh Barat sudah mencoba menggunakan sistem tanam tumpangsari.
Dan yang dikembangkan sejauh ini adalah tumpang sari antara semangka dan
jagung. Tanaman utamanya adalah semangka dan ditumpangsari dengan tanaman
jagung, atau kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung. “pertama-tama harus
menentukan dulu tanaman utamanya, baru kemudian ditumpangsari dengan
tanaman-tanaman yang lain dianggap cocok” kata Fahrudin. Namun sejauh ini sambil menerapkan system tanam tumpangsari,
para kader juga berusaha untuk terus belajar menggunakan system tumpangsari
yang baik dan benar
Kekurangan sistem polikultur adalah apabila pemilihan jenis tanaman tidak sesuai,
sistem polikultur dapat memberzi dampak negatif, misalnya terjadi persaingan
unsur hara antar tanaman dan OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya
(Jarwani, 2007).
III
METODOLOGI
3.1
Tempat
dan Waktu
Praktikum Lapang Dasar
Dasar Agronomi yaitu bertempat dilahan Pendidikan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako, Palu dan dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober sampai 30 Desember 2011 pukul 15.00 WITA sampai dengan 17.00 WITA.
3.2
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan dalam Praktikum Lapang Dasar Dasar Agronomi yaitu cangkul, linggis,
ember, mistar, meteran gulung, alat tulis menulis.
Adapun bahan yang
digunakan dalam Praktikum Lapang Dasar Dasar Agronomi yaitu benih jagung manis,
benih kacang hijau, pupuk SP-36,
pupuk kandang dan tali rafia.
3.3
Cara
Kerja
Pertama tama melakukan
penyiapan lahan seperti sanitasi untuk membersihkan lahan pertanaman dari akar akar tanaman yang besar dan batu. serta
mengolah tanah dan membuat saluran air di pinggir bedengan. Tanah yang berada di atas bedengan yang
berukuran 5m × 8m dicampur dengan pupuk kandang dan menentukan jarak tanaman
(untuk tanaman jagung jarak tanam yakni 100cm×20cm dengan jumlah benih dua biji
dan untuk penanaman kacang hijau dilakukan penanaman antar barisan tanaman
jagung dilakukan penanaman sebanyak tiga baris dengan jumlah benih 2 biji per lubang tanam). Penanaman benih dilakukan dengan cara
menugal. Selanjutnya melakukan pemeliharaan dengan cara
penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan, dan pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) dan setiap hari jumat melakukan pengamatan dengan cara mengukur
jumlah daun, tinggi tanaman, dan jumlah daun.
Setelah tanaman berumur 30 hari dan
tanaman telah kelihatan tanda-tanda ke kurangan unsur hara maka di lakukan
pemberian pupuk NPK dengan dosis empat gram pertanaman dengan jarak antara
tanaman dengan pupuk sekitar 20 cm dan setelah itu tanaman di siram agar pupuk
yang di berikan cepat larut di dalam tanah dengan begitu tanaman dengan mudah
untuk menyerap pupuk yang di berikan.
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
Tumpang
sari
Dari data pengamatan
yang telah dilakukan terhadap tumpang sari antara jagung dan kacang hijau di
lahan percobaan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Tinggi Tanaman
Jagung pada Tumpang Sari
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|||
A1
|
27
|
30,4
|
41,5
|
58
|
68
|
74
|
82
|
38,09
|
54,4
|
A2
|
26,3
|
29,1
|
35
|
69,9
|
75,5
|
78,5
|
100,5
|
414,8
|
59,2
|
A3
|
26
|
29,4
|
32
|
98
|
106
|
105,5
|
115,5
|
512,4
|
73,2
|
A4
|
15,9
|
20,8
|
33,5
|
107,1
|
111,5
|
119,5
|
128,5
|
536,8
|
76,6
|
A5
|
31
|
37
|
37
|
124
|
137
|
177,5
|
187,5
|
731
|
133
|
Jumlah
|
126,2
|
146,7
|
179
|
457
|
498
|
555
|
614
|
|
|
Rata-Rata
|
25,2
|
29,3
|
35,8
|
91,4
|
99,4
|
111
|
122,8
|
|
|
Grafik 1. Tinggi Tanaman Jagung
pada Tumpang Sari
Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman
Jagung pada Tumpang Sari
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
A1
|
5
|
5
|
6
|
10
|
8
|
8
|
8
|
50
|
7,14
|
A2
|
5
|
5
|
6
|
10
|
10
|
10
|
10
|
56
|
8
|
A3
|
5
|
6
|
8
|
12
|
10
|
10
|
10
|
61
|
8,71
|
A4
|
4
|
5
|
7
|
15
|
10
|
10
|
10
|
61
|
8,71
|
A5
|
6
|
6
|
6
|
14
|
14
|
14
|
14
|
74
|
10,57
|
Jumlah
|
25
|
27
|
36
|
61
|
52
|
52
|
52
|
|
|
Rata-Rata
|
5
|
5,4
|
7,2
|
12,2
|
10,4
|
10,4
|
10,4
|
|
|
Grafik 2. Jumlah
Daun Tanaman Jagung pada Tumpang Sari
Tabel 3. Lilit Batang Tanaman
Jagung pada Tumpang Sari
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|||
A1
|
1,3
|
1,8
|
2,1
|
4
|
4
|
4,4
|
4,7
|
22,3
|
3,18
|
A2
|
1,3
|
1,7
|
2,4
|
4,2
|
4,2
|
5,8
|
6,2
|
25,8
|
3,68
|
A3
|
1,3
|
1,9
|
2,8
|
5,6
|
5,4
|
6,3
|
6,6
|
29,9
|
4,27
|
A4
|
2
|
2,9
|
4,5
|
6,8
|
4,3
|
4,5
|
4,9
|
29,9
|
4,27
|
A5
|
2,4
|
2,4
|
4,4
|
7
|
7
|
8
|
11
|
42,2
|
6,02
|
Jumlah
|
8,3
|
10,7
|
16,2
|
27,6
|
24,9
|
29
|
33,4
|
|
|
Rata-Rata
|
1,66
|
2,4
|
3,24
|
5,52
|
4,98
|
5,8
|
6,68
|
|
|
Grafik 3. Lilit
Batang Tanaman Jagung pada Tumpang Sari
Tabel 4. Tinggi Tanaman
Kacang Hijau pada Tumpang Sari
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
A1
|
13,5
|
16
|
23
|
52,5
|
17,5
|
A2
|
14,2
|
16
|
22
|
52,2
|
17,4
|
A3
|
12
|
19,5
|
30
|
61,5
|
20,5
|
A4
|
14,4
|
17,5
|
22
|
53,9
|
17,9
|
A5
|
18
|
19
|
27
|
64
|
21,3
|
Jumlah
|
71,8
|
88
|
124
|
|
|
Rata-Rata
|
14,42
|
17,6
|
24,8
|
|
|
Grafik 4. Tinggi
Tanaman Kacang Hijau pada Tumpang Sari
Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman
Kacang Hijau pada Tumpang Sari
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
A1
|
3
|
8
|
11
|
22
|
7,3
|
A2
|
2
|
3
|
11
|
16
|
5,3
|
A3
|
2
|
8
|
11
|
21
|
7
|
A4
|
5
|
8
|
11
|
24
|
8
|
A5
|
5
|
8
|
11
|
24
|
8
|
Jumlah
|
17
|
35
|
55
|
|
|
Rata-Rata
|
3,4
|
7
|
11
|
|
|
Grafik 5. Jumlah
Daun Tanaman Kacang Hijau pada Tumpang Sari
4.1.2
Monokultur
Dari data pengamatan
yang telah dilakukan terhadap monokultur di lahan percobaan, maka didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 6. Tinggi Tanaman
Jagung pada Monokultur
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|||
A1
|
26
|
67
|
80
|
90
|
129,9
|
145,5
|
146
|
150
|
834,4
|
104,3
|
A2
|
33
|
65
|
83
|
102
|
123
|
135,5
|
155
|
166
|
862,5
|
107,8
|
A3
|
40
|
67,5
|
99
|
128,4
|
149
|
160,6
|
180
|
189
|
1013,5
|
126,6
|
A4
|
22
|
42
|
65
|
72
|
99,5
|
105,5
|
107
|
123
|
636
|
79,5
|
A5
|
25
|
46
|
60
|
70,5
|
98
|
87,5
|
77
|
84,2
|
548,2
|
68,5
|
Jumlah
|
146
|
287,5
|
387
|
462,9
|
599,4
|
634,6
|
665
|
712,2
|
|
|
Rata-Rata
|
29,2
|
57,5
|
77,9
|
92,58
|
119,88
|
126,92
|
133
|
142,44
|
|
|
Grafik 6. Tinggi Tanaman Jagung pada Monokultur
Tabel 7. Jumlah Daun Tanaman
Jagung pada Monokultur
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|||
A1
|
6
|
10
|
12
|
14
|
16
|
16
|
16
|
16
|
106
|
13,25
|
A2
|
6
|
9
|
11
|
14
|
15
|
14
|
15
|
15
|
99
|
12,37
|
A3
|
7
|
10
|
13
|
15
|
16
|
16
|
16
|
16
|
109
|
13,62
|
A4
|
5
|
7
|
9
|
10
|
12
|
10
|
11
|
12
|
76
|
9,5
|
A5
|
5
|
7
|
8
|
7
|
9
|
6
|
6
|
8
|
56
|
7
|
Jumlah
|
29
|
43
|
53
|
69
|
68
|
62
|
64
|
67
|
|
|
Rata-Rata
|
5,8
|
8,6
|
10,6
|
12
|
13,6
|
12,4
|
12,8
|
13,4
|
|
|
Grafik 7. Jumlah
Daun Tanaman Jagung pada Monokultur
Tabel 8. Lilit Batang Tanaman
Jagung pada Monokultur
Sampel
|
Minggu Pengamatan (Cm)
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|||
A1
|
3
|
3,7
|
5
|
7,7
|
9
|
8,5
|
9
|
9
|
54,9
|
6,8
|
A2
|
3
|
3,9
|
7,2
|
7,1
|
7,3
|
6,8
|
8
|
8
|
51,3
|
6,4
|
A3
|
4
|
4,6
|
6,5
|
7,7
|
8,3
|
8,6
|
9
|
9
|
57,7
|
7,2
|
A4
|
3
|
2,4
|
4
|
5
|
6
|
6,5
|
6,7
|
6,7
|
46,3
|
5,03
|
A5
|
3
|
2,2
|
3,2
|
7,3
|
4
|
3,5
|
3,8
|
3,8
|
30,8
|
3,85
|
Jumlah
|
16
|
16,8
|
25,9
|
34,8
|
34,6
|
33,9
|
36,5
|
36,5
|
|
|
Rata-Rata
|
3,2
|
3,36
|
5,18
|
6,96
|
6,92
|
6,78
|
7,3
|
7,3
|
|
|
Grafik 8. Lilit
Batang Tanaman Jagung pada Monokultur
4.2
Pembahasan
4.2.1 Tumpang sari
Pada pengamatan tinggi tanaman
jagung pada tumpang sari seperti yang terlihat pada tabel 1, terlihat
perbandingan tinggi secara bertahap yaitu pada tanaman satu minggu pertama 27
cm, kedua 30,4 cm, ketiga 41,5 cm,
keempat 58 cm, kelima 68 cm, keenam 74
cm dan ketujuh 82 cm, pada tanaman dua minggu pertama 26,3 cm, kedua 29,1 cm, ketiga 35 cm, keempat 69,9 cm, kelima 75,5 cm, keenam 78,5 cm dan
ketujuh 100,5 cm, pada tanaman tiga minggu pertama 26 cm, kedua 29,4 cm, ketiga
32 cm, keempat 98 cm, kelima 106 cm,
keenam 100,5 cm dan ketujuh 115,5 cm, pada tanaman empat minggu pertama 15,9
cm, kedua 20,8 cm, ketiga 33,5 cm, keempat 107,1 cm, kelima 111,5 cm, keenam 119,5 cm dan ketujuh 128,5 cm
serta pada tanaman lima minggu pertama 31 cm, kedua 37 cm, ketiga 37 cm, keempat 124 cm, kelima 137 cm, keenam 177,5 cm dan ketujuh 187,5 cm.
Pada pengamatan tinggi
tanaman jagung pada tumpang sari, tampak terlihat adanya perbandingan tinggi
secara bertahap dengan baik yaitu pada tanaman satu peningkatan tinggi setiap
hari tergolong baik yaitu tanpa adanya pengurangan maupun pertumbuhan yang tergolong
lambat dan pada tanaman selanjutnya juga dapat digolongkan dalam pertumbuhan
yang baik.
Tanama jagung tergolong
mempunya peningkatan tinggi yang baik. Yaitu dengan rata-rata 3-4 cm perminggu.
Namun tinggi tanaman jagung juga dapat betkurang sesuai dengan keadaan umurnya,
dimana ujung tanaman (daun)telah menguning. Ada pula pengurangan tinggi tanaman
disebabkan oleh OPT (Bahri, S.
2007).
Pada pengamatan jumlah
daun tanaman jagung pada tumpang sari seperti yang terlihat pada tabel 2,
terlihat perbandingan yaitu pada tanaman satu minggu pertama 5 cm, kedua 5 cm, ketiga 6 cm, keempat10 cm, kelima 8 cm,
keenam 8 cm dan ketujuh 8 cm, pada tanaman dua minggu
pertama 5 cm, kedua 5 cm, ketiga 6 cm, keempat 10 cm, kelima 10 cm, keenam 10 cm dan ketujuh
10 cm, pada tanaman tiga minggu pertama 5 cm, kedua 6 cm, ketiga 8 cm, keempat 12 cm, kelima 10 cm, keenam 10 cm dan ketujuh
10 cm, pada tanaman empat minggu pertama 4 cm, kedua 5 cm, ketiga 7 cm, keempat
15 cm, kelima 10 cm, keenam 10 cm dan ketujuh 10 cm serta pada tanaman lima
minggu pertama 6 cm, kedua 6 cm, ketiga 6 cm, keempat 14 cm, kelima 14 cm,
keenam 14 cm dan ketujuh 14 cm.
Pada pengamatan jumlah daun pada
tanaman jagung pada tumpang sari, terlihat bertanbahnya jumlah daun yang cukup
baik. Yaitu dari awal minggu pertama sampai minggu keempat jumlah daun terus
meningkat namun pada minggu kelima terdapat penurunan dan jumlah daun tetap
hingga pengamatan minggu terakhir. Hal ini dikarenakan daun tanaman jagung
mengalami perontokan akibat adanya kekeringan sehingga daun tanaman jagung
menguning sehingga rontok.
Daun jagung adalah daun
sempurna dan berbentuk memanjang. Daun jagung dapat pula gugur atu berkurang
akibat adanya usia maupun faktor-faktor lainya (Bahri, S. 2007).
Pada pengamatan lilit
batang tanaman jagung pada tumpang sari seperti yang terlihat pada tabel 3,
terlihat perbandingan yaitu pada tanaman satu minggu pertama 1,3 cm, kedua 1,8 cm, ketiga 2,1 cm, keempat 4 cm, kelima 4
cm, keenam 4,4 cm dan ketujuh 4,7 cm, pada tanaman dua minggu pertama 1,3 cm,
kedua 1,7 cm, ketiga 2,4 cm, keempat 4,2
cm, kelima 4,2 cm, keenam 5,8 cm dan ketujuh 6,2 cm, pada tanaman tiga minggu
pertama 1,3 cm, kedua 1,9 cm, ketiga 2,8 cm, keempat 5,6 cm, kelima 5,4 cm, keenam 6,3 cm dan
ketujuh 6,6 cm, pada tanaman empat minggu pertama 2 cm, kedua 2,9 cm, ketiga 4,5
cm, keempat 6,8 cm, kelima
4,3 cm, keenam 4,5 cm dan ketujuh 4,9 cm serta pada tanaman lima minggu pertama
2,4 cm, kedua 2,4 cm, ketiga 4,4 cm, keempat 7 cm, kelima 7 cm, keenam 8 cm dan ketujuh 11cm.
Pada pengamatan lilit
batang tanaman jagung pada tumpang sari, terlihat bertambahnya ukuran lilit
batang secara bertahap. Pada pengamatan minggu pertama hingga minggu keempat
ukuran lilit batang naik hingga 2 cm, namun pada minggu kelima kenaikan tidak
terlalu nampak dan pada minggu berikutnya kenaikan ukran lilit batang kembali
normal. Namun pada tanaman empat pada minggu kelima terjadi penurunan lilit
batang hingga 1,5 cm. Hai ini disebabkan oleh faktor cuaca seningga daun
tanaman layu dan akan mempengaruhi ukuran lilit batang tanaman jagung.
Batang jagung tegak dan
mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau
gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman
berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul
dari buku sehinga saat daun jagung mengering, maka dapat mengurangi diameter
batang (Bahri, S. 2007).
Pada pengamatan tinggi
tanaman kacang hijau pada tumpang sari seperti yang terlihat pada tabel 4,
terlihat perbandingan tinggi secara bertahap yaitu pada tanaman satu minggu
pertama 13,5 cm, kedua 16 cm dan ketiga
23 cm, pada tanaman dua minggu pertama 14,2 cm, kedua 16 cm, ketiga 22 cm, pada
tanaman tiga minggu pertama 12 cm, kedua 19,5 cm dan ketiga 30 cm, pada tanaman
empat minggu pertama 14,4 cm, kedua
17,5 cm dan ketiga 22 cm serta pada tanaman lima minggu pertama 18 cm,
kedua 19 cm, ketiga 27 cm.
Pada pengamatan tinggi
tanaman kacang hijau pada tumpang sari, terlihat bertambahnya tinggi tanaman
yang sangat baik. Dari minggu awal sampai minggu terakhir tinggi tanaman naik
meningkat secara bertahap. Hal ini dikarenakan oleh tanaman kacang hijau
terhalang tanaman jagung sehingga tanaman kacang hijau mencari cahaya yang
cukup untuk melakukan proses fotosintesis.
Tinggi tanaman kacang hijau dapat
terhalang oleh berbagai aspek seperti cahaya atau suhu, unsur hara mineral dan
air maupun OPT yaang menyerang. Kacang hijau dapat tumbuh dengan baik jika
prosesfotosintesis berjalan lancar yakni tanaman tidak terhalang oleh tanaman
lain dalam penyerapan sinar matahari (Atman, 2007).
Pada pengamatan jumlah
daun kacang hijau pada tumpang sari seperti yang terlihat pada tabel 5,
terlihat perbandingan tinggi secara bertahap yaitu pada tanaman satu minggu
pertama 3 cm, kedua 8 cm dan ketiga 11
cm, pada tanaman dua minggu pertama 2 cm, kedua 3 cm, ketiga 11 cm, pada
tanaman tiga minggu pertama 2 cm, kedua 8 cm dan ketiga 11 cm, pada tanaman empat
minggu pertama 5 cm, kedua 8 cm dan
ketiga 11 cm serta pada tanaman lima minggu pertama 5 cm, kedua 8 cm, ketiga 11
cm.
Pada pengamatan jumlah
daun kacang hijau pada tumpang sari, terlihat bertambah jumlah daun yang sangat
tinggi. Tnggi tanaman dari minggu pertama menujukan peningkatan hingga minggu
ketiga, namun pada tanaman dua peningkatan tertinggi hanya terdapat pada minggu
ketiga.
Kacang hijau mempunyai
helaian daun yang kecil. Daun ini dapat gugur ketika telah mencapai usia yang
tidak produktif atau daun telah menguning oleh usia, selain itu daun juga dapat
rontok akibat adanya suhu yang ekstrim (Atman, 2007).
Pada pola tanama
tumpang sari, kami melakukan penanaman dengan jarak jagung 20 X 100 cm
sedangkan kacang hijau berada diantara tanaman jagung yaitu 20 X 20 cm. Hal ini
bertujuan agar tanaman kacang hijau tidak mengalami perebutan unsurhara dengan
tanaman jagung serta kekurangan asupan cahaya maahari.
Lubang tanam dibuat
dengan tugal sedalam 2-3 cm, dengan jarak antar barisan tanaman 200 cm,
sedangkan jarak dalam barisan adalah 40 cm. Kebutuhan benih jagung setiap
hektar lahan dengan pola tumpangsari adalah 15 kg (2 benih tiap lubang tanam),
sehingga populasi tanaman jagung dalam 1 ha lahan adalah 25.000 batang (Atman,
2007).
Pada tahap pemupukan
kami menggunakan pupuk NPK pada minggu ketiga dengan jarak 20 cm pertanaman.
Hal ini ditujukan agar tanaman dapat menyerap pupuk yang diberikan dengan baik.
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu
pada saat tanam dan pada saat tanaman telah berumur 1 bulan. Dosis pupuk untuk
jagung adalah 120 kg Urea, 65 kg SP- 36 dan 50 kg KCL. Dosis pupuk untuk kacang
tanah adalah 40 kg Urea, 80 kg SP-36 yang masing-masing diberikan dalam dua
kali pemupukan. Pemupukan pertama pada jagung adalah 80 kg Urea, 65 kg SP-36
dan 50 kg KCl, satu bulan kemudian ditambahkan pupuk susulan yaitu Urea
sebanyak 40 kg. Pemupukan pertama pada kacang tanah adalah: 20 kg Urea, 80 kg
SP-36 dan 40 kg KCL, selang satu bulan ditambahkan pupuk susulan yaitu 20 kg
Urea. Cara pemupukan yaitu semua pupuk yang akan diberikan dicampur jadi satu,
kemudian dibuat larikan dekat barisan tanaman (sekitar 5 cm dari barisan
tanaman dengan kedalaman antara 5-7 cm), pupuk ditabur sepanjang larikan
kemudian ditutup kembali dengan tanah (Novizan, A. 2003).
4.2.2 Monokultur
Pada pengamatan tinggi
tanaman jagung pada monokultur seperti yang terlihat pada tabel 6, terlihat
perbandingan tinggi secara bertahap yaitu pada tanaman satu minggu pertama 26 cm, kedua
67 cm, ketiga 80 cm, keempat 90 cm, kelima 129,9 cm, keenam 145,5 cm,
ketujuh 146 cm dan kedelapan 150 cm, pada tanaman dua minggu pertama 33 cm,
kedua 65 cm, ketiga 83 cm, keempat 102 cm, kelima 123 cm, keenam 135,5 cm,
ketujuh 155 cm dan kedelapan 166 cm, pada tanaman tiga minggu pertama 40 cm,
kedua 67,5 cm, ketiga 99 cm, keempat 128,4
cm, kelima 149 cm, keenam 160,6 cm, ketujuh 180 cm dan kedelapan 189 cm, pada tanaman
empat minggu pertama 22 cm, kedua 42 cm, ketiga 65 cm, keempat 72 cm, kelima 99,5
cm, keenam 105,5 cm, ketujuh 107 cm dan kedelapan 123 cm serta pada tanaman
lima minggu pertama 25 cm, kedua 46 cm, ketiga 60 cm, keempat 70,5 cm, kelima 98
cm, keenam 97,5 cm ketujuh 77 cm
dan kedelapan 84,2 cm.
Pada pengamatan tinggi
tanaman jagung pada monokultur, terlihat penaikan tinggi secara bertahap yaitu
pada tanaman satu sampai empat mengalami penaikan yang cukup baik sedangka pada
tanaman lima mengalami penurunan pada minggu keenam sampai tujuh. Hal ini
dikarenakan adanya hama penggerek daun dan hama belalang yang memakan daun
tanaman jagung sehingga akan mengurangi tinggi tanaman.
Tanama jagung tergolong
mempunya peningkatan tinggi yang baik. Yaitu dengan rata-rata 3-4 cm perminggu.
Namun tinggi tanaman jagung juga dapat betkurang sesuai dengan keadaan umurnya,
dimana ujung tanaman (daun) telah menguning. Ada pula pengurangan tinggi
tanaman disebabkan oleh OPT (Bahri,
S. 2007).
Pada pengamatan jumlah
daun jagung pada monokultur seperti yang terlihat pada tabel 7, terlihat
perbandingan yaitu pada tanaman satu minggu pertama 6 cm, kedua 10 cm, ketiga 12 cm, keempat 14 cm, kelima 16
cm, keenam 16 cm, ketujuh 16 cm dan kedelapan 16 cm, pada tanaman dua minggu
pertama 6 cm, kedua 9 cm, ketiga 11 cm, keempat 14 cm, kelima 15 cm, keenam 14 cm, ketujuh 15
cm dan kedelapan 15 cm, pada tanaman tiga minggu pertama 7 cm, kedua 10 cm, ketiga 13 cm, keempat 15 cm, kelima 16 cm, keenam 16 cm, ketujuh 16 cm dan kedelapan 16 cm, pada tanaman empat
minggu pertama 5 cm, kedua 7
cm, ketiga 9 cm, keempat 10 cm, kelima 12 cm, keenam 10 cm, ketujuh 11 cm dan
kedelapan 12 cm serta pada tanaman lima minggu pertama 5 cm, kedua 7 cm, ketiga
8 cm, keempat 7 cm, kelima 9 cm, keenam 6 cm ketujuh 6 cm dan kedelapan 8 cm.
Pada pengamatan jumlah daun pada
tanaman kacang hijau pada monokultur, terlihat bertanbahnya jumlah daun yang cukup
baik, namun pada tanaman dua, empat dan lima mengalami pengurangan pada minggu
keempat dan keenam. Hal ini dikarenakan oleh faktor cuaca dan hama sehingga
daun tanaman berlubang dan layu mengering.
Daun jagung adalah daun
sempurna dan berbentuk memanjang. Daun jagung dapat pula gugur atu berkurang
akibat adanya usia maupun faktor-faktor lainya (Bahri, S. 2007).
Pada pengamatan lilit
batang jagung pada monokultur seperti yang terlihat pada tabel 8, terlihat
perbandingan yaitu pada tanaman satu minggu pertama 3 cm, kedua 3,7 cm, ketiga 5 cm, keempat 7,7 cm, kelima 9
cm, keenam 8,5 cm, ketujuh 9 cm dan kedelapan 9 cm, pada tanaman dua minggu
pertama 3 cm, kedua 3,9 cm, ketiga 7,2 cm, keempat 7,1 cm, kelima 7,3 cm, keenam 6,8 cm, ketujuh 8 cm dan kedelapan 8 cm, pada
tanaman tiga minggu pertama 4 cm, kedua 4,6 cm, ketiga 6,5 cm, keempat 7,7 cm, kelima 8,3 cm, keenam 8,6 cm, ketujuh 9 cm dan kedelapan 9 cm, pada
tanaman empat minggu pertama 3 cm, kedua 2,4 cm, ketiga 4 cm, keempat 5 cm,
kelima 6 cm, keenam 6,5 cm, ketujuh 6,7 cm dan kedelapan 6,7 cm serta pada
tanaman lima minggu pertama 3 cm, kedua 2,2 cm, ketiga 3,2 cm, keempat 7,3
cm, kelima 4 cm, keenam 3,5 cm ketujuh
3,8 cm dan kedelapan 3,8 cm.
Pada pengamatan lilit batang jagung
pada monokultur, terlihat peningkatan yang tinggi namun terdapat pengurangan
pula. Pada tanaman satu, dua dan tiga mengalami peningkatan yang baik, tetapi
pada tanaman empat mengalami penurunan pada minggu kedua dan seterusnya
mengalami peningkatan sedangkan pada tanaman lima mengalami penurunan pada
minggu kedua dan mengalami penaikan sampai minggu keempat namun minggu
berikutnya kembali mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan oleh faktor cuaca
dan hama yang menyebabkan daun tanaman mengering sehingga dapat mengurangi
besarnya lilit batang.
Batang jagung tegak dan
mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau
gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman
berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul
dari buku sehinga saat daun jagung mengering, maka dapat mengurangi diameter
batang (Bahri, S. 2007).
Pada pola tanam
monokultur, kami melakukan penanaman jagung dengan jarak 20 X 80 cm. Hal ini
bertujuan agar tanaman jagung mengalami perebutan unsur hara mikro maupun makro
serta kekurangan asupan cahaya maahari.
Lubang tanam dibuat
dengan tugal sedalam 2-3 cm, dengan jarak antar barisan tanaman 200 cm,
sedangkan jarak dalam barisan adalah 40 cm. Kebutuhan benih jagung setiap
hektar lahan dengan pola tumpangsari adalah 15 kg (2 benih tiap lubang tanam),
sehingga populasi tanaman jagung dalam 1 ha lahan adalah 25.000 batang (Novizan, A.
2003).
Pada tahap pemupukan
kami menggunakan pupuk NPK pada minggu ketiga dengan jara 20 cm pertanaman. Hal
ini ditujukan agar tanaman dapat menyerap pupuk yang diberikan dengan baik.
Pemupukan pertama pada jagung adalah 80
kg Urea, 65 kg SP-36 dan 50 kg KCl, satu bulan kemudian ditambahkan pupuk susulan
yaitu Urea sebanyak 40 kg. Cara pemupukan yaitu semua pupuk yang akan diberikan
dicampur jadi satu, kemudian dibuat larikan dekat barisan
tanaman (sekitar 5 cm dari barisan tanaman dengan kedalaman antara 5-7 cm),
pupuk ditabur sepanjang larikan kemudian ditutup kembali dengan tanah (Novizan, A.
2003).
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tumpang sari jagung dan kacang hijau
kurang begitu berhasil karena tanaman kacang hijau tidak mendapatkan cukup
cahaya matahari sehingga tanaman tumbuh kerdil.
2.
Teknik monokultur cukup baik walaupun
tidak menghasilkan produksi yang beragam namun dapat seragam.
3.
Tumpang sari jagung dan kacang hijau
tidak terlalu baik, karena pola tanaman yang tidak sesuai serta lambatnya masa
penanaman yang berakibat bersaingnya cahaya matahari.
4.
Tanaman jagung pada tehnik tumpang sari
cukup memuaskan, walaupun masih banya tanaman yang tumbuh kerdil akibat adanya
OPT dan kurangnya unsur hara mineral.
5.
Kacang hijau pada pola tanaman tumpang
sari cukup mengecewakan karena kacang hijau tumbuh kerdil. Tanaman ini kerdil
akibat kurangnya asupan cahaya yang dihalangi oleh tanaman jagung.
5.2
Saran
Adapun saran kami adalah agar
jalannya setiap praktek harus mempunyai laporan ditempat masing-masing individu,
agar saat pembuatan laporan lengkap tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
serta perlunya alat-alat atau vasilitas pendukung agar praktikan tidak
mengalami kesulitan dalam pengolahan lahan.
LAMPIRAN
Gambar 1. Tanaman Jagung pada Pengamatan Awal Tumpang
Sari
Gambar 2. Tanaman Jagung pada Pengamatan Akhir Tumpang
Sari
Gambar 3. Tanaman Kacang Hijau pada Pengamatan Akhir
Tumpang Sari
Gambar 4. Tanaman
Kacang Hijau pada Pengamatan Akhir Tumpang Sari
Gambar 5. Tanaman Jagung pada Pengamatan Awal
Monokutur
Gambar 6. Tanaman
Jagung pada Pengamatan Akhir Monokultur
DAFTAR
PUSTAKA
Atman. 2007.
Teknologi Budidaya Kacang Hijau (Vigna radiata L.) di Lahan
Sawah. From :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=budidaya kacang hijau. Diakses
pada tanggal 3 Januari 2012.
Arif
Ardiawan, 2008. Budidaya Kacang Hijau.
http://bp4kkabsukabumi.
net/index.php/.
Diakses pada tanggal 1 Januari
2012.
. Komoditi Sayuran.
http://www.scribd.com/doc/ Diakses pada tanggal 1 Januari 2012.
Bahri,
S. 2007. Petunjuk teknis Budidaya Jagung. P4 Sulawesi Tengah TA. Pdf.
Jarwani,
2007. Menanam Jagung. http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20
jagung.pdf. Diakses pada tanggal 1 Januari 2012.
Kasno, A. 2007. Kacang
Hijau Alternatif yang Menguntungkan ditanam di Lahan Kering. Pdf file,
Balit Kabi.
Makmur, A. 2003. Pemuliaan Tanaman
bagi Lingkungan Spesifik. IPB Press, Bogor.
Novizan, A. 2003. Pemupukan Tanaman. Kanisius, Jakarta.
Sumoprastowo,
DJ. 2006. Jagung. http://www.warintekjogja.com/warintek/
warintekjogja/ warintek_v3/datadigital/bk/jagung%20bantul.pdf. Diakses pada
tanggal 1 Januari 2012.
Warsana,
2009. Jagung. http://pfi3pdata.litbang.deptan.go.id/dokumen/one/
29/file/07-juknis-jagung.pdf. Diakses pada tanggal 1 Januari 2012.
. 2009. Tehnik Budidaya Jagung. http://agrisci.ugm.ac.id /vol12_2/4.117124.JIP.Didik%20&%20.
Diakses pada tanggal 1 Januari
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar